seiring dengan perkembangan zaman,bidang ketenaga kerjaan, menjadi objek yang sangat penting di dunia, pada umumnya merupakan salah satu  penunjang bagi perekonomian bagi kemajuan negara indonesia pada khususnya. setiap pengusaha baik perseorangan maupun badan hukum pasti membutuhkan peran tenaga kerja, tenaga kerja berperan penting dalam membantu meningkatkan prospek perusahaan menjadi lebuh baik . tenaga kerja juga harus diberikan perlindungan yang menjadi salah satu hak mereka dan untuk mengetahui adanya perlindungan dan batasan -batasan dalam memperkerjakan anak dan wanita,pemerintah indonesia membentuk peraturan tentang yang mengatur tentang ketenaga kerjaan, yaitu undang -undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ("UU"ketenagakerjaan ), terutama dalam bab x mengenai perlindungan , pengupahan, kesejahtraan.   
 
Jakarta (suara karya) : kementrian tenaga kerja dan transmigrasi mencabut izin operasional delapan perusahaan jasa tenaga kerja (PJTKI) atau biasa di sebut pelaksanaan penempatan tkI swasta(pptkis.
selain itu sebanyak 32 PPTKIS terancam di cabut izinnya serta 16 PPTKIS di skors selama 3 bulan dan 100 PPTKIS masuk kategori pembinaan. sebelumnya kemenakertrans mengkaji ulang dan mengevaluasi perpanjangan izin atau her registrasi surat izin pelaksanaan penempatan.
 
jakarta (prlm) kondisi penegakan hukum di indonesia belakangan ini di nilai buruk, hal itu di pacu oleh lemahnya penegakan huku, seperti kasus dana talangan bank senturi, skandal nazarudin dan nunung nurbaeti. menurut di rektur eksekutif lsi dodi ambradi,ph.D, penelitian buruk itu berdasarkan hasil survai, yang di lakukan lembaga survai indonesia (lsi) pada pertengaha desember 2011.
 
keamanan nasional menunjuk kebijakan publik untuk memastikan keselamatan dan keamanan negara melalui penggunaan kuasa ekonomi dan militer penjalanan diplomasi baik dalam damai dan perang,.
cara yang di ambil untuk memastikan keamanan nasional termasuk :
penggunaaan diplomasi untuk mencari sekutu dan mengisolasi ancaman
menggynakan kuasa ekonomi untuk melakukan atau memaksa kerja sama.

 
korupsi di indonesia berkembang secara sistematis, bagi banyak orang korupsi bukan lagi sebagai pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan dalam seluruh perbandingan penelitian korupsi di antar negara, indonesia selalu menempati posisi paling rendah,perkembangan korupsi di indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di indonesia, namun hingga kini pemberantasan korupsi di indonesia belum meny jykan titik terang melihat peringkat perbandingan indonesia dalam korupsi antar negara yang tetap renda, hal ini banyaknya kkasus - kasus korupsi di indonesia.
 
Tahun 2011 ditandai "Arab Spring" - Musim Semi Arab yang menyaksikan pergolakan rakyat dari kawasan Maghrib hingga Timur Tengah. Indonesia juga memasuki tahap semacam kebalikan Musim Semi.

Ekonomi naik, tapi masih tersendat. Dan para oligark partai bangkit, bersaing menuju pemilihan umum 2014. Namun, yang paling bersemi adalah musim korupsi. Walhasil, tahun 2011 merupakan peluang yang hilang dan 2012 menjanjikan tahun politik yang memanas.

Indonesia, pada pertengahan masa bakti SBY-Budiono, menunjukkan trend yang jelas.

Laporan Bank Dunia meramalkan angka pertumbuhan sebesar yang ditargetkan pemerintah: 6,3 %. Ekonomi yang bertumpu pada permintaan domestik yang menanjak ini menunjukkan kelas menengah yang kuat, meski pun potensinya lebih konsumtif ketimbang produktif.

Bahkan menurut sementara pengamat, angka 7 hingga pertumbuhan double digit (belasan prosen) seperti Cina, seharusnya dapat dicapai.

Infrastruktur
Namun pasar terbesar di Asia Tenggara ini ternyata tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para investor. Infrastruktur, dari jalan raya, transpor hingga jaringan listrik, serta birokrasi di daerah menjadi penghambat terbesar.

Optimisme yang teredam ini juga tampak pada pengentasan kemiskinan. Meski tingkat kemiskinan menurun dari 15-an prosen menjadi 13,3 prosen, namun Badan Pusat Statistik BPS melaporkan porsi penduduk miskin dan angka kematian masih terlampau besar untuk jangka menengah ke depan.

Dengan demikian, kue ekonomi itu pun makin terbagi dengan timpang. Apalagi, wabah korupsi kini menjalar dalam bentuk jejaring-jejaring antar negara, badan usaha dan partai. Korupsi bukan lagi "berkah" dari perlindungan dari rantai kekuasaan politik seperti di masa Orde Baru, melainkan menjadi jejaring tumpang-tindih antara birokrasi pemerintahan, parlemen, partai politik, BUMN dan usaha swasta.

Korupsi
Semua partai besar kini dilanda skandal korupsi para wakilnya di DPR. Setelah Golkar, dan PDIP, dan PKS, kini partai terbesar, Partai Demokrat, diguncang skandal Wisma Atlet yang membuat hampir seluruh jajaran kadernya dicurigai korup.

Politik bukan lagi misi mengejar cita-cita, melainkan kepiawaian membeli pengaruh dan loyalitas melalui jejaring jejaring tadi. Maka, tak heran, Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, badan negara dengan wibawa super itu, jatuh bangun menjadi bulan-bulanan politisi.

Bahkan, seperti dilaporkan pemantau korupsi ICW, kalangan DPR sampai menuntut interpelasi soal remisi untuk meringankan para terpidana korup yang sudah duduk di penjara.

Obsesi SBY
Semua itu membawa dampak politik, sekaligus merupakan peluang yang hilang bagi presiden yang terpilih kedua kali namun gagal memanfaatkan dividen elektorat dan momentum politiknya. Reshuffle kabinet menunjukkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih berobsesi meningkatkan stabilitas koalisi, ketimbang memacu kinerja.

Kegalauan publik meningkat melihat lambannya pengentasan kemiskinan, kemandegan perbaikan HAM, dan meningkatnya intoleransi. Lalu sebagian orang memilih jalan ekstrim seperti bakar-diri aktivis HAM Sondang Hutagalung, atau menuntut pemilu dipercepat.

Maka tahun 2011 pun menyaksikan partai partai politik mulai menampilkan jago-jagonya untuk Pilpres 2014.

Jago-jagi yang handal
Media massa, terutama televisi, menjadi incaran para oligark partai demi merebut hati elektorat. Golkar dan Nasdem memacu momentum itu di saat para pesaingnya terberat, PDI-P dan Partai Demokrat, tengah kekurangan jago-jago yang handal.

Dengan kata lain, akankah jago Golkar, Abu Rizal "Ical" Bakrie, yang berlumuran Lumpur Lapindo berpeluang sebesar Prabowo Subianto yang disandera kasus kasus pelanggaran HAM berat? Akankah dia menandingi peluang Ani Yudhoyono, yang sekali pun pencalonannya berkali-kali dibantah oleh suaminya, tapi toh terus aktif sebagai petinggi Partai Demokrat dan giat membangun citra di saat partainya tersebut kekurangan calon?

Stabilitas politik
Dalam satu hal, pemerintahan SBY berhasil, yaitu menjaga stabilitas politik. Tetapi, ini pun dibayangi gejolak baru di Papua yang terjadi karena korupsi otsus, aksi mogok, dan terutama karena peluang untuk berdialog soal Pepera 1969 yang tidak pernah dimanfaatkan.

Walhasil, tahun 2011 melahirkan harapan peningkatan ekonomi asalkan hambatan infrastruktur teratasi.

Sementara itu, petualangan koruptor telah memperkaya kosa kata kita. "Sakit" atau "lupa" menjadi cara klasik untuk mengelak pemeriksaan. Ingat saja Nunun Nurbaeti yang berbulan-bulan wira-wiri di Asia Tenggara, padahal dia sudah mengaku "lupa" tentang jutaan rupiah yang dibagi-bagikannya dalam kasus cek-pelawat?

Jadi, kalau tahun 2012 nanti politik Indonesia memanas, janganlah "nunun" tentang tahun 2011.



 
Realita Politik Indonesia Barangkali kita sebagai bangsa perlu mengakui terlebih dahulu bahwa kita adalah bangsa yang kecil, pengecut, dan selalu berpikir pendek mengutamakan kepentingan pribadi/kelompok dari pada kepentingan nasional, bangsa apalagi negara. Setelah menyadari betapa cupetnya pikiran kita yang selalu inward looking dan betapa kacaunya kalkulasi strategis kita, barulah kita dapat sedikit menyadari...ingat hanya sedikit menyadari. Seperti inikah realita politik kita?

Mengapa Blog I-I menyentuh politik, tentunya dapat juga dipertanyakan dan jawabnya sangat sederhana, yakni setelah hampir 12 tahun genap reformasi satu-satunya keraguan yang membayangi masa depan Indonesia adalah proses pergantian pemimpin nasional, dimana seluruh bangsa Indonesia mengharapkan lahirnya pemimpin yang berkualitas, jujur, berani dan pandai mengelola negara serta mampu mensejahterakan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

salah satu agenda strategis blog I-I adalah mendorong lahirnya kesadaran massa bangsa Indonsia untuk secara serius memikirkan masa depan Indonesia melalui penyusunan rencana di masing-masing bidang serta berusaha kuat untuk mengimplementasikannya. Pada saat yang bersamaan kesadaran massal tersebut membuka mata hati kita untuk dapat mengutamakan prioritas bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi.


Tidak dapat dipungkiri bahwa kita sebagai bangsa masih bersifat/berkarakter feodal dan selalu memimpikan lahirnya Ratu Adil yang akan mampu menjawab dan menyelesaikan persoalan bangsa. Kita selalu bersandar pada orang lain, pada pemimpin, pada pemerintah, pada pertolongan dari luar, bahkan kepada asing. Sangat bodoh bukan? Sesungguhnya kita harus memulai perbaikan dibidang apapun dari diri sendiri, mulailah mengandalkan diri sendiri dalam membawa perubahan yang lebih baik. Namun hal itu tidak berarti membesarkan ego masing-masing, melainkan membuka keberanian dan kepeloporan dalam membawa perubahan bangsa. Kebanyakan kita hanya mengikut di belakang bukan, bahkan sangat menyedihkan bila kita menyaksikan pimpinan kita-pun ternyata memiliki mentalitas yang demikian.

Saya sebagai pribadi telah mengawali satu langkah yang sangat kecil melalui Blog I-I, dan responnya bagi saya telah melampaui harapan saya pribadi. Meskipun demikian, wacana, artikel ataupun uneg-uneg dalam pikiran saya belum tentu kena di hati dan pikiran sahabat Blog I-I bukan? Malahan terdapat kecenderungan Blog I-I meningkatkan minat generasi muda Indonesia untuk bergabung dengan dunia intelijen Indonesia. Silahkan saja kepada siapapun warga negara Indonesia untuk mengabdi di bidang intelijen, namun sebagaimana kerahasiaannya tantangannya adalah menemukan jalan menuju dunia intelijen. Blog I-I sejak awal sudah mengumumkan bahwa tidak ada rekrutmen melalui Blog I-I, serta secara singkat dapat saya sarankan untuk mencarinya ke TNI yang memiliki BAIS, Polri yang memiliki sejumlah unit intelijen seperti Densus 88, Baintelkam, dll, ke Lembaga Sandi Negara, ataupun ke BIN yang merupakan Badan Intelijen Tertinggi di Indonesia.

Di luar antusiasme sebagian generasi muda yang rajin mengunjungi Blog I-I, ingin saya sampaikan sekali lagi bahwa mengabdi untuk bangsa dan negara Indonesia tidaklah harus di bidang intelijen. Melainkan di berbagai bidang dan apabila ada hal-hal yang sangat penting dan membahayakan negara dapat menginformasikan kepada Komunitas Intelijen, khususnya Polsisi dan BIN atau bahkan melalui Blog I-I untuk disampaikan kepada yang berwenang.

Tidak ada seorangpun yang dapat membawa perubahan Indonesia sendirian, siapapun kita bagian dari elemen bangsa Indonesia perlu bersinergi dan menyatukan kekuatan untuk membangun Indonesia yang sejahtera modern dan bermoral.

Sadarkah pemerintah Indonesia bahwa masih sangat banyak pekerjaan rumah dan persoalan yang menyebabkan langkah kemajuan Indonesia Raya terhambat di sana-sini. Kita tidak perlu menyalahkan orang lain, tetapi mulailah melihat kepada diri kita sendiri, kepada peranan dan sumbangan yang telah kita berikan untuk bangsa Indonesia.

Realita Politik Indonesia adalah saling menghancurkan seperti legenda kutukan Mpu Gandring kepada Ken Anggrok dan keturunannya. Kisah kehancuran para pemimpin kita dimasa lalu dan era Indonesia modern seharusnya dapat menyadarkan kita dan mendorong kita untuk tidak mengulanginya. Namun kita memang bangsa pelupa dan senang mengulangi kesalahan yang sama.

Menjadi pemimpin yang bijaksana tidak identik dengan kemampuan menyenangkan seluruh elemen dalam negara, ada kalanya pemimpin itu harus berani menghilangkan penyakit-penyakit dalam elemen negara, bukannya malahan menambah kacau sistem tata negara dengan membagi-bagi kekuasaan kepada orang-orang yang kurang terseleksi, perhatikan bagaimana kualitas para Menteri dan Wakil Menteri yang sekarang ada, Blog I-I menilai hanya 45% yang benar-benar baik selebihnya meragukan karena mereka dipilih secara mendadak dan bukan dipersiapkan jauh-jauh hari dengan penyusunan rencana dan program yang matang untuk sebuah negara sebesar Indonesia. Sungguh Blog I-I sangat sedih dengan kenyataan politik Indonesia saat ini. Beberapa sahabat Blog I-I membantah hal itu dan menyampaikan bahwa Birokrat dapat mendukung siapapun pemimpinnya, namun sadarkah kita bahwa Birokrat sekarang adalah masih sisa-sisa yang bermentalitas pengecut karena puluhan tahun dalam represi sistem orde baru dengan tingkat gaji yang sangat rendah sehingga cenderung korup dan kurang memiliki jiwa kepemimpinan.

Sebagian lagi sahabat blog I-I menyampaikan optimisitas bahwa telah lahir generasi Ratu Adil menyongsong kejayaan Indonesia Raya pada era 2050, namun saya pesimis apabila prosesnya tidak kunjung kelihatan, lihat saja bagaimana cara kita mendidik anak-anak kita di sekolah. Pendidikan anti diskriminasi yang merupakan masalah dari perbedaan ras-etnis belum menjadi hal yang utama, kita dipaksa untuk memahami Bhinneka Tunggal Ika, namun tidak diajarkan dari kecil untuk menyayangi dan saling menghormati walaupun kita berbeda etnis suku bangsa. Perhatikan bagaimana sakitnya hati saudara kita orang Papua yang mengalami perlakukan diskriminasi rasial secara laten yang ada di dalam hati suku yang berwarna kulit lebih terang. Menyedihkan bukan ?

Bagaimana caranya? semua berawal dari pribadi kita masing-masing dan dari sekolah dari pendidikan dan dari pembangunan sistem sosial ekonomi dan budaya Indonesia yang merangkul dan meramu perbedaan diantara kita menjadi kekuatan multikultural untuk kemajuan Indonesia Raya.

Siapa yang bertanggung jawab, tentu saja pemerintah bersama seluruh aparaturnya, dan dalam alam demokrasi ini inisiatif elemen bangsa dalam bentuk lembaga swadaya maupun individual akan sangat menolong percepatan kemajuan tersebut.

Entahlah, semoga rekan-rekan Blog I-I tidak terkungkung dalam sudut pandang intelijen klasik yang sempit sehingga mengabaikan kesederhanaan analisa bahwa Indonesia tidak terlalu memerlukan pendekatan keamanan, sebaliknya memerlukan manajemen yang profesional, berani, tegas, cerdas, cekatan dan tentu saja tidak mengabaikan pendekatan sosiologis budaya untuk proses pembangunan.

Demikian, semoga bermanfaat.


http://intelindonesia.blogspot.com/2010/01/realita-politik-indonesia.html